Belungguk Point dan Masa Depan Pusat Wisata Kota Bengkulu

 Antara Ikon Baru, Ekonomi Kreatif, dan Tantangan Tata Kelola

Oleh Anton Sutrisno

Peresmian Belungguk Point pada Sabtu malam, 27 Desember, menandai babak baru pengembangan ruang publik dan destinasi wisata di Kota Bengkulu. Kehadiran kawasan ini bukan sekadar menambah titik keramaian baru, melainkan juga membawa harapan besar sebagai motor penggerak ekonomi kreatif, ruang interaksi sosial, serta etalase budaya lokal Bengkulu. Belungguk berarti: Duduk berjongkok, Duduk bertopang / duduk rendah, Duduk santai agak membungkuk, biasanya dalam waktu cukup lama, Sikap berhenti sejenak untuk beristirahat, sambil duduk dekat tanah atau lantai. Makna ini sangat dekat dengan aktivitas masyarakat tradisional Bengkulu yang sering belungguk saat berbincang, beristirahat di tepi jalan, di warung, atau di halaman rumah.

Komitmen Pemerintah Kota Bengkulu yang diperkuat dukungan Pemerintah Provinsi Bengkulu—ditandai dengan bantuan kursi dan meja portabel—menunjukkan adanya sinergi lintas pemerintahan dalam membangun wajah kota. Lebih dari itu, pernyataan Wali Kota Bengkulu yang menyebut Belungguk Point sebagai “Malioboronya Bengkulu” atau “Braganya Bandung” mengandung pesan simbolik sekaligus tantangan besar: mampukah Belungguk Point tumbuh menjadi ikon wisata yang hidup, berkelanjutan, dan berdaya saing?

Apresiasi terhadap pembukaan Belungguk Point juga semakin kuat dengan hadirnya 500 atraksi dol, sebuah pertunjukan budaya yang tidak hanya memeriahkan acara peresmian, tetapi juga menegaskan bahwa identitas lokal harus menjadi roh utama pengembangan kawasan ini. Namun, di balik optimisme tersebut, perlu analisis mendalam agar Belungguk Point tidak berhenti sebagai proyek seremonial, melainkan benar-benar menjadi pusat wisata kota yang strategis dan inklusif.


Batik besurek menjadi khas Bengkulu di lokasi Benlungguk Point

Untuk melihat peluang dan tantangan tersebut secara objektif, analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) menjadi alat penting dalam merumuskan arah kebijakan dan strategi pengembangan Belungguk Point ke depan.

 

Kekuatan (Strengths): Modal Awal yang Strategis

Salah satu kekuatan utama Belungguk Point terletak pada lokasi dan konsepnya. Berada di kawasan strategis, dekat dengan Monumen Fatmawati—ikon sejarah nasional—Belungguk Point memiliki keunggulan geografis dan simbolik yang kuat. Ini menjadi nilai tambah yang tidak dimiliki banyak destinasi wisata baru lainnya.

Konsep ruang publik terbuka yang dipadukan dengan sentra ekonomi kreatif merupakan kekuatan lain yang relevan dengan tren pariwisata modern. Wisatawan saat ini tidak hanya mencari pemandangan, tetapi juga pengalaman: kuliner khas, produk UMKM, pertunjukan seni, dan suasana kota yang hidup. Belungguk Point menjawab kebutuhan tersebut dengan menyediakan ruang bagi pelaku usaha lokal dan komunitas seni.

Dukungan politik dan kebijakan dari pemerintah daerah juga menjadi kekuatan signifikan. Kehadiran Wali Kota, Wakil Wali Kota, serta dukungan Pemerintah Provinsi Bengkulu menandakan adanya political will yang kuat. Tanpa dukungan ini, banyak kawasan publik yang gagal berkembang secara konsisten.

Tak kalah penting, keterlibatan seni budaya lokal—seperti atraksi dol massal—memberi identitas yang khas. Ini menjadi pembeda utama Belungguk Point dibandingkan kawasan serupa di kota lain, sekaligus memperkuat narasi bahwa wisata Bengkulu tidak terlepas dari akar budayanya.

 

Kelemahan (Weaknesses): Tantangan dari Dalam

Di balik berbagai keunggulan tersebut, Belungguk Point juga menyimpan sejumlah kelemahan yang perlu diantisipasi sejak awal. Salah satunya adalah ketergantungan pada event dan keramaian musiman. Tanpa agenda rutin dan manajemen kegiatan yang terencana, kawasan ini berpotensi ramai hanya di awal pembukaan atau saat acara besar berlangsung.

Kelemahan lainnya adalah aspek tata kelola dan pemeliharaan. Banyak ruang publik di daerah yang awalnya dibangun dengan baik, namun kemudian mengalami penurunan kualitas akibat kurangnya perawatan, kebersihan, dan pengawasan. Jika tidak dikelola secara profesional, Belungguk Point berisiko mengalami nasib serupa.

Selain itu, kesiapan pelaku UMKM juga menjadi catatan penting. Tidak semua pelaku usaha memiliki kapasitas dalam hal kualitas produk, pelayanan, hingga konsistensi harga. Tanpa pendampingan yang berkelanjutan, citra kawasan wisata bisa terganggu oleh pengalaman pengunjung yang kurang memuaskan.

Dari sisi infrastruktur pendukung, persoalan parkir, aksesibilitas, dan pengaturan lalu lintas juga berpotensi menjadi kelemahan jika tidak ditangani secara komprehensif. Kawasan yang ramai tanpa sistem transportasi yang tertata justru dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengunjung.

 

Peluang (Opportunities): Menuju Pusat Wisata Terpadu

Belungguk Point memiliki peluang besar untuk berkembang menjadi titik pusat wisata perkotaan Bengkulu. Tren pariwisata nasional menunjukkan meningkatnya minat terhadap wisata kota (urban tourism) yang menggabungkan kuliner, budaya, belanja, dan ruang publik.

Kawasan ini juga berpeluang menjadi etalase UMKM Bengkulu, mulai dari kuliner khas, kerajinan tangan, hingga produk kreatif anak muda. Dengan kurasi yang baik, Belungguk Point dapat menjadi tempat lahirnya merek-merek lokal yang mampu menembus pasar nasional.

Peluang lain datang dari sinergi lintas sektor, termasuk dengan komunitas seni, perguruan tinggi, dan sektor swasta. Event rutin seperti festival kuliner, pentas seni mingguan, pameran kreatif, hingga pertunjukan budaya dapat menjadikan Belungguk Point selalu hidup dan dinamis.

Dari sisi promosi, kehadiran media sosial dan ekonomi digital membuka peluang besar untuk memperkenalkan Belungguk Point secara luas. Dengan strategi branding yang tepat, kawasan ini dapat menjadi ikon visual Kota Bengkulu, seperti Malioboro yang identik dengan Yogyakarta.

 

Hambatan dan Ancaman (Threats): Risiko yang Perlu Diwaspadai

Namun demikian, jalan menuju kesuksesan tidak bebas hambatan. Ancaman utama datang dari ketidakkonsistenan kebijakan akibat pergantian kepemimpinan atau perubahan prioritas anggaran. Banyak proyek publik yang melemah ketika tidak lagi menjadi fokus utama pemerintah.

Ancaman lainnya adalah persaingan dengan destinasi wisata lain, baik di dalam maupun luar Bengkulu. Tanpa diferensiasi yang kuat, Belungguk Point bisa kehilangan daya tariknya dan kalah bersaing.

Masalah sosial seperti pedagang liar yang tidak tertata, konflik kepentingan, hingga potensi kriminalitas juga menjadi hambatan serius jika pengawasan lemah. Ruang publik yang aman dan nyaman adalah syarat mutlak bagi destinasi wisata perkotaan.

Selain itu, faktor lingkungan—seperti sampah dan kebersihan—sering kali menjadi ancaman laten. Jika tidak dikelola dengan sistem yang baik, persoalan ini dapat merusak citra kawasan dan menurunkan minat kunjungan.

 

Penutup: Dari Ikon Simbolik ke Pusat Aktivitas Nyata

Belungguk Point adalah langkah maju yang patut diapresiasi dalam upaya menjadikan Kota Bengkulu lebih hidup, kreatif, dan berdaya saing. Namun, menjadikannya sebagai titik pusat wisata kota membutuhkan lebih dari sekadar peresmian dan fasilitas fisik.

Diperlukan tata kelola yang profesional, keterlibatan aktif masyarakat, keberlanjutan program, serta keberanian untuk belajar dari keberhasilan dan kegagalan kota lain. Jika kekuatan dan peluang dapat dimaksimalkan, serta kelemahan dan hambatan dikelola dengan bijak, Belungguk Point berpotensi menjadi ikon baru Bengkulu—bukan hanya dalam slogan, tetapi dalam realitas sehari-hari.

Keberhasilan Belungguk Point pada akhirnya bukan diukur dari ramainya saat pembukaan, melainkan dari kemampuannya bertahan, berkembang, dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat Bengkulu dalam jangka panjang.

Posting Komentar

0 Komentar