Oleh Anton Sutrisno
Pendahuluan
Pekerjaan konstruksi merupakan
salah satu sektor dengan tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi, terutama
pada pekerjaan struktur sementara seperti cofferdam, penyokong, dan pengaku.
Aktivitas ini melibatkan pekerjaan tanah, pengukuran, pematokan, hingga
penggunaan alat berat yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja apabila
tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) menjadi kewajiban mutlak dalam setiap tahapan pekerjaan
konstruksi.
Pemerintah melalui Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 10 Tahun 2020
telah menetapkan pedoman penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
(SMKK). Peraturan ini menekankan pentingnya identifikasi bahaya, penilaian
risiko, serta pengendalian risiko secara sistematis untuk mencegah kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja.
Artikel ini membahas potensi bahaya
serta langkah antisipasi pencegahan pada tiga tahapan utama pekerjaan
cofferdam, penyokong, dan pengaku, yaitu pengukuran dan pematokan, penggalian,
serta pembuangan bahan galian, dengan mengacu pada prinsip SMKK sesuai
Permen PUPR No. 10 Tahun 2020.
Landasan Hukum dan Prinsip SMKK
Permen PUPR Nomor 10 Tahun 2020
mengamanatkan bahwa setiap penyelenggara jasa konstruksi wajib menerapkan SMKK
yang meliputi:
- Identifikasi bahaya dan penilaian risiko (IBPR),
- Pengendalian risiko,
- Penyediaan sumber daya K3,
- Kompetensi tenaga kerja,
- Pengawasan dan evaluasi K3 secara berkelanjutan.
Dalam konteks pekerjaan cofferdam,
penyokong, dan pengaku, SMKK diterapkan melalui analisis pekerjaan rinci (Job
Safety Analysis/JSA) pada setiap tahapan kerja, sehingga potensi bahaya dapat
diantisipasi sejak awal.

Sebuah Cofferdam untuk kegiatan konstruksi
1. Bahaya dan Pencegahan pada
Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan
Potensi Bahaya
Pekerjaan pengukuran dan pematokan
merupakan tahap awal yang menentukan ketepatan pelaksanaan pekerjaan
selanjutnya. Namun demikian, kegiatan ini mengandung berbagai potensi bahaya,
antara lain:
- Gangguan kesehatan akibat kondisi kerja secara umum, seperti
paparan panas matahari, kelelahan, atau kondisi lingkungan kerja yang
tidak aman.
- Risiko terluka akibat penggunaan meteran yang tidak sesuai standar, misalnya
meteran rusak, tajam, atau penggunaan yang tidak tepat.
- Kecelakaan lalu lintas di area kerja, terutama apabila pekerjaan
dilakukan di dekat jalan aktif tanpa pengaturan lalu lintas yang memadai.
- Kecelakaan akibat penggunaan peralatan yang tidak sesuai atau tidak
benar, seperti patok yang tajam atau alat pemukul yang tidak standar.
- Risiko kecelakaan akibat metode pemasangan patok yang salah, seperti
patok tidak stabil atau dipasang pada tanah yang labil.
Potensi bahaya tersebut harus
diidentifikasi dan dikendalikan sesuai prinsip SMKK agar tidak berkembang
menjadi kecelakaan kerja.
Antisipasi dan
Pengendalian Risiko
Mengacu pada Permen PUPR No. 10
Tahun 2020, langkah pengendalian risiko pada pekerjaan pengukuran dan pematokan
meliputi:
- Penggunaan perlengkapan kerja standar, termasuk
Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm keselamatan, rompi reflektif,
sepatu keselamatan, dan sarung tangan.
- Penggunaan alat ukur yang sesuai standar, baik dari
sisi kualitas maupun cara penggunaannya, serta dilakukan oleh tenaga yang
kompeten.
- Pengaturan lalu lintas yang sesuai standar, terutama
apabila pekerjaan berada di area terbuka atau dekat jalan umum, dengan
rambu, barikade, dan petugas pengatur lalu lintas.
- Penggunaan alat dan metode kerja yang benar, sesuai
dengan prosedur kerja aman yang telah ditetapkan dalam dokumen SMKK.
- Pemasangan patok secara benar dan aman, dengan
memperhatikan kondisi tanah, kedalaman patok, serta posisi yang tidak
membahayakan pekerja lain.
Penerapan langkah-langkah tersebut
merupakan bentuk pengendalian risiko administratif dan teknis sebagaimana
diamanatkan dalam Permen PUPR No. 10 Tahun 2020.
2. Bahaya dan Pencegahan pada
Pekerjaan Penggalian
Potensi Bahaya
Pekerjaan penggalian pada
cofferdam, penyokong, dan pengaku memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi
karena melibatkan aktivitas fisik berat dan penggunaan alat manual maupun alat
berat. Potensi bahaya yang dapat timbul antara lain:
- Kecelakaan akibat terkena alat gali, seperti cangkul atau
balencong, karena jarak antarpekerja yang terlalu dekat.
- Risiko luka akibat terkena pecahan batu hasil galian, terutama
apabila pekerja tidak menggunakan APD yang memadai.
- Kecelakaan akibat operasional alat berat, baik di
area galian, saat transportasi material, maupun di lokasi pembuangan.
Bahaya tersebut dapat menyebabkan
cedera ringan hingga fatal apabila tidak dikelola dengan baik.
Antisipasi dan
Pengendalian Risiko
Upaya pencegahan dan pengendalian
risiko pada pekerjaan penggalian sesuai prinsip SMKK meliputi:
- Pengaturan jarak aman antarpekerja, sehingga pergerakan alat
gali tidak saling membahayakan.
- Penyediaan penerangan yang cukup, terutama apabila pekerjaan
dilakukan pada kondisi cuaca gelap atau malam hari.
- Pelaksanaan penggalian oleh tenaga kerja yang kompeten, dengan
metode kerja yang benar dan sesuai prosedur.
- Pengoperasian alat berat sesuai standar keselamatan, termasuk
pemeriksaan alat sebelum digunakan, operator bersertifikat, serta
pengawasan ketat di lapangan.
Pengendalian risiko ini mencakup
pengendalian teknis, administratif, dan penggunaan APD sebagaimana diwajibkan
dalam Permen PUPR No. 10 Tahun 2020.
3. Bahaya dan Pencegahan pada
Pekerjaan Pembuangan Bahan Galian
Potensi Bahaya
Pekerjaan pembuangan bahan galian
sering dianggap sederhana, namun tetap memiliki potensi bahaya, terutama:
- Kecelakaan akibat tumpukan bahan galian, baik yang
akan digunakan kembali sebagai timbunan maupun yang menunggu proses
pembuangan.
Tumpukan material yang tidak
dikelola dengan baik dapat longsor, menimpa pekerja, atau mengganggu akses
kerja.
Antisipasi dan Pengendalian Risiko
Langkah pengendalian risiko pada
pekerjaan pembuangan bahan galian antara lain:
- Pengelolaan tumpukan bahan galian secara tepat, di mana
material yang akan digunakan kembali tidak boleh dibiarkan terlalu lama
dan harus ditata dengan stabil.
- Penempatan lokasi penumpukan yang aman, tidak
mengganggu jalur kerja dan tidak berada di dekat tepi galian.
- Pengawasan rutin, untuk memastikan kondisi
tumpukan material tetap aman dan sesuai rencana kerja.
Langkah ini sejalan dengan prinsip
pencegahan risiko konstruksi yang diatur dalam SMKK.
Penutup
Penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja pada pekerjaan cofferdam, penyokong, dan pengaku merupakan kewajiban yang
tidak dapat ditawar. Melalui penerapan Permen PUPR Nomor 10 Tahun 2020,
setiap potensi bahaya pada pekerjaan pengukuran dan pematokan, penggalian,
serta pembuangan bahan galian dapat diidentifikasi dan dikendalikan secara
sistematis.
Dengan penggunaan peralatan
standar, tenaga kerja yang kompeten, metode kerja yang benar, serta pengawasan
berkelanjutan, risiko kecelakaan kerja dapat ditekan seminimal mungkin. Pada
akhirnya, penerapan SMKK bukan hanya memenuhi kewajiban regulasi, tetapi juga
menjadi investasi penting dalam menjamin keselamatan pekerja, kelancaran proyek,
serta mutu hasil pekerjaan konstruksi.
0 Komentar
Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda