Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu
memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet
Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari
1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta
ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004
mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan
lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah
Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat
mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7%
perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet
secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini
masih akan bias ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian
milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan
karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan
permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka
upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan
peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna
mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi
petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan
pemeliharaan
tanaman
secara intensif.
PROSPEK DAN PELUANG PASAR
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan
yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas
manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban
kendaraan, conveyor belt,
sabuk transmisi, dock fender,
sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet
sintetik relative lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif
tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai
bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh
tahun terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan
Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan Brazil, memberi dampak
pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan
permintaan karet di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa
Barat dan Jepang relatif stagnan.
Menurut perkiraan International Rubber Study
Group (IRSG), diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam pada
periode dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran pihak konsumen,
terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone, Goodyear dan Michellin.
Sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk Task Force
Rubber Eco Project (REP) untuk melakukan studi tentang permintaan dan
penawaran karet sampai dengan tahun 2035.
Hasil studi REP meyatakan bahwa permintaan karet alam
dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton untuk industri
ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam. Produksi karet
alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5 juta ton. Dari studi ini diproyeksikan
pertumbuhan produksi Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand
hanya 1% dan Malaysia -2%. Pertumbuhan produksi untuk Indonesia dapat dicapai
melalui peremajaan atau penaman baru karet yang cukup besar, dengan perkiraan
produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta
ton.
Sejak pertengahan tahun 2002 harga karet
mendekati harga US$ 1.00/kg, dan sampai sekarang ini telah mencapai US$ 1.90kg
untuk harga SIR 20 di SICOM Singapura. Diperkirakan harga akan mencapai US$
2.00 pada tahun 2007 dan pada jangka panjang sampai 2020 akan tetap stabil,
dikarenakan permintaan yang terus meningkat terutama dari China, India, Brazil
dan negara-negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di
Asia-Pasifik.
TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET
Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen
dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut:
- Syarat tumbuh tanaman karet
- Klon-klon karet rekomendasi
- Bahan tanam/bibit
- Persiapan tanam dan penanaman
- Pemeliharaan tanaman: pengendalian gulma, pemupukan dan pengendalian penyakit
- Penyadapan/panen
1. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan
persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan
tanah sebagai media tumbuhnya.
a. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada
zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak
terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat.
Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal
antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd.
150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan
berkurang.
Tinggi tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada
dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600
m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal
diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C.
Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya
kurang baik untuk penanaman karet
b. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada
umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat
kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan
perbaikan sifat fisiknya.
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut
< 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama
struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi
sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.
Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat
fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar
antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH <
3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet
pada umumnya antara lain :
·
Sulum tanah sampai 100 cm,
tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
·
Aerase dan drainase cukup
·
Tekstur tanah remah,
poreus dan dapat menahan air
·
Struktur terdiri dari 35%
liat dan 30% pasir
·
Tanah bergambut tidak
lebih dari 20 cm
·
Kandungan hara NPK cukup
dan tidak kekurangan unsur hara mikro
·
Reaksi tanah dengan pH 4,5
- pH 6,5
·
Kemiringan tanah < 16%
dan
·
Permukaan air tanah <
100 cm.
2. Klon-klon Karet Rekomendasi
Harga karet alam yang membaik saat ini harus
dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan
karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan
teknologi budidaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan
produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada tahun 2025.
Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai
apabila minimal 85% areal kebun.karet (rakyat) yang saat ini kurang produktif
berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul. Kegiatan pemuliaan
karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai
penghasil lateks dan penghasil kayu. Pada Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman
Karet 2005, telah direkomendasikan klon-klonunggul baru generasi-4 untuk
periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR
112, dan IRR 118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan
pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi. Klon-klon
tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi,
tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya.
Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai
agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-jenis produk karet yang akan
dihasilkan.
Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT
1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM
24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk
dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan
lokasi maupun system pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi
dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum
dan Corynespora.
Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki
masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok
untuk jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan
alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya
harus dilakukan secara tepat.
Gambar
1. Produksi Lateks Beberapa Klon Anjuran (***, ** dan * adalah rata-
rata produksi 15, 10, dan
5 tahun sadap)
3. Bahan Tanam
Hal yang paling penting dalam penanaman karet
adalah bibit/bahan tanam, dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang
berasal dari tanaman karet okulasi. Persiapan bahan tanam dilakuka paling tidak
1,5 tahun sebelum penanaman. Dalam hal bahan tanam ada tiga komponen yang perlu
disiapkan, yaitu: batang bawah (root stoct),
entres/batang atas (budwood), dan okulasi (grafting) pada
penyiapan bahan tanam.
Persiapan batang bawah merupakan suatu kegiatan
untuk memperoleh bahan tanam yang mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara
yang baik. Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan
batang bawah yang memenuhi syarat teknis yang mencakup persiapan tanah
pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman kecambah, serta usaha
pemeliharaan tanaman di pembibitan.
Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang
baik diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari
dua sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau entres dari kebun
entres. Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari
kebun entres murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman yang
pertumbuhannya tidak seragam dan keberhasilan okulasinya rendah.
Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan
tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke
tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi
akan diperoleh bahan tanam karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini,
bibit dalam polibag, atau stum tinggi. Untuk tanaman karet, mata entres ini
yang merupakan bagian atas dari tanaman dan dicirikan oleh klon yang digunakan
sebagai batangatasnya.Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu untuk
menghindari tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam yang sesuai adalah
pada musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk
kegiatan-kegiatan untuk pembuatan lubang tanam, pembongkaran, pengangkutan, dan
penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya segera ditanam dan tenggang
waktu yang diperbolehkan paling lambat satu malam setelah pembongkaran.
4. Persiapan Tanam dan Penanaman
Dalam pelaksanaan penanaman tanaman karet
diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis mulai dari
pembukaan lahan sampai dengan penanaman.
a. Pembukaan lahan (Land
Clearing)
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih
dari sisa-sisa tumbuhan hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan
harus disesuaikan dengan jadwal penanaman. Kegiatan pembukaan lahan ini
meliputi: (a) pembabatan semak belukar, (b) penebangan pohon, (c) perecanaan
dan pemangkasan, (d) pendongkelan akar kayu, (e) penumpukan dan pembersihan.
Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blok-blok,
penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam perkebunan.
Penataan blok-blok.
Lahan kebun dipetak-petak menurut satuan terkecil dan ditata ke dalam
blok-blok berukuran 10 -20 ha, setiap beberapa blok disatukan menjadi satu
hamparan yang mempunyai waktu tanam yang relatif sama.
Penataan Jalan-jalan
Jaringan jalan ditata dan dilaksanakan pada waktu
pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan lahan ke dalam
blok-blok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan berbukit dengan pedoman
dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak pikul maksimal sejauh
200m. Sedapatkan mungkin seluruh jaringan ditumpukkan/ disambungkan, sehingga
secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan jalan yang efektif. Lebar
jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan
digunakan.
Penataan Saluran Drainase
Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka
pembuatan dan penataan saluran drainase (field drain)
dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu
tertentu, dan mempertimbangkan factor peresapan dan penguapan. Seluruh
kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit-parit penampungan untuk
selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).
b. Persiapan Lahan Penanaman
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga
diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin
kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah
tersebut antara lain :
Pemberantasan Alang-alang dan Gulma
lainnya
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan
lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan
alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon
atau Dalapon Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma lainnya,
baik secara kimia maupun secara mekanis.
Pengolahan Tanah
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan
untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni
dengan membuat larikanantara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar
20 cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu
dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan tanah.
Pembuatan teras/Petakan dan
Benteng/Piket
Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih
dari 50 diperlukan
pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150 . Hal ini dimaksudkan untuk menghambat
kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25
sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6 - 10
pohon (tergantung derajat kemiringan.tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan
mencegah erosi pada permukaan petakan.
Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk
menerai tempat lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
a.
Pada areal lahan yang
relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80 ) jarak tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan
lurus mengikuti arah Timur - Barat berjarak 7 m dan arah Utara - Selatan
berjarak 3 m (lihat Gambar 2).
b.
Pada areal lahan
bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% - 15%) jarak tanam 8 m x 2, 5 m (=500
lubang/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman
secara kontur), lihat Gambar 3. Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu
tipis dengan ukuran 20 cm – 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut
merupakan tempat penggalianlubang untuk tanaman.
Gambar 3. Cara Pengajiran Menurut Kontur.
Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm
bagian atas , dan 40 cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu
melubang, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah
kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah
kanan (Gambar 4). Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet
ditanam..Penanaman Kacangan Penutup Tanah
(Legume cover crops = LCC) Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan
sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan
erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air,
serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.
Gambar 4. Pembuatan Lubang Tanam.
Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4
kg. Pueraria javanica, 6 kg
Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema
pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg Rock Phosphate (RP) sebagai media.
Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan
naungan (shade resistence) ex
biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha.
Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan
penyiangan, dan pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar
rata di atas tanaman kacangan
c. Seleksi dan Penanaman Bibit
Seleksi bibit
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan
seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang
baik antara lain: berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil,
resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan
luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam
adalah antara lain:
·
Bibit karet di polybag
yang sudah berpayung dua.
·
Mata okulasi benar-benar
baik dan telah mulai bertunas
·
Akar tunggang tumbuh baik
dan mempunyai akar lateral
·
Bebas dari penyakit jamur
akar (Jamur Akar Putih).
Kebutuhan bibit
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah
landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan
cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun
diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.
Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim
penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah
hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat
penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang
telahdicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan
urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar..
5. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan
tanaman karet meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit
tanaman.
Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum
menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari
gulma seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun pertama
dilakukan berdasarkan umur tanaman seperti berikut:
Tabel 1. Frekuensi Pengendalian Gulma dengan Herbisida berdasarkan
Umur
Umur Tanaman
Umur Tanaman (tahun)
|
Kondisi Tajuk
|
Aplikasi Herbisida
|
Lebar Piringan /Jalur
|
|
Frekwensi
|
Waktu
|
|||
Tanaman belum menghasilkan:
|
||||
2 – 3 tahun
|
Belum menutup
|
3 – 4 kali
|
Maret, Juni, Septermber, Desember
|
1,5 – 2,0 m
|
4 – 5 tahun
|
Mulai menutup
|
2 – 3 kali
|
Maret, Septermber, Juni
|
1,5 – 2,0 m
|
Tanaman Menghasilkan:
|
||||
6 – 8 tahun
|
Sudah menutup
|
2 – 3 tahun
|
Maret, September,
Juni
|
2,0 – 3,0 m
|
9 – 15 tahun
|
Sudah menutup
|
2 kali
|
Maret, September
|
2,0 – 3,0 m
|
> 15 tahun
|
Sudah menutup
|
2 kali
|
Maret, September
|
2,0 – 3,0 m
|
Program pemupukan
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat
penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus
dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal
pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II
yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru
dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu
lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program dan dosis pemupukan tanaman karet
secara umum dapat dilihat pada Tabel berikut.
Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah,
diberikan pupuk RP sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan
sampai dengan
tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik.
Pemberantasan Penyakit Tanaman
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian
ekonomis di perkebunan karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa
kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan
dalam upaya pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah pengendalian
secara terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut
perlu dilakukan.
Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di
perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai
kerugian ekonomis yang ditimbulkannya. Penyakit tanaman karet yang umum
ditemukan pada perkebunan adalah :
Jamur Akar Putih (Rigidoporus
microporus)
Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur
Rigidoporus microporus (Rigi-doporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan
kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi
atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting
menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal.
Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak
tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna
jingga kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat, akar
tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman
sering merambat pada tanaman tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung
melalui kontak akar tanaman sehat ke tunggul-tunggul, sisa akar tanaman atau
perakaran tanaman sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet
umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa
akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir.
Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada
waktu serangan dini untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi
resiko kematian tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut
maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan
jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah :
- Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
- Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.
- Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+
Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel
Dryness, Brown Bast)
Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan
kekeringan alur sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini
tidak mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu
sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks
ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula-mula ditandai dengan tidak
mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemu-dian dalam beberapa minggu
saja kese-luruhan alur sadap ini kering tidak me-ngeluarkan lateks. Bagian yang
kering akan berubah warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk
gum (blendok).
Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit
lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan
atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan penyakit ini adalah terjadinya
pecah-pecah pada kulit dan pembengkakan atau tonjolan pada batang tanaman.
Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan: Menghindari penyadapan yang terlalu
sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap
kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100.
Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang
dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap sampai
10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi
1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan untuk
mencegah agar pohon-pohon lainnya tidak mengalami kering alur sadap. Pengerokan
kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap
atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang
pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F-96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan.
Pengolesan NoBB harus diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada
bagian yang dioles sekali seminggu untuk mencegah masuknya kumbang penggerek
(Gambar 4.10). Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di
panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4).
Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap. Pohon
yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk
mempercepat pemulihan kulit.
6. Penyadapan/Panen
Produksi lateks dari tanaman karet disamping
ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi
oleh teknik dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat
terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi
criteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit
batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 45
cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal
pertanaman sudah siap dipanen.
Tinggi bukaan sadap
Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan
ke bawah (Down ward tapping system, DTS)
maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system,UTS)
adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah..
Waktu bukaan sadap.
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu,
pada (a) permulaan musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi
sadapan (bulan Oktober).Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang
sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut
di atas tiba.
Kemiringan irisan sadap
Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut
kemiringan irisan sadapan sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah, besar sudut irisan
akan semakin mengecil hingga 300
bila mendekati "kaki gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada
sistem sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin membesar.
Peralihan tanaman dari TMB ke TM
Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi
pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang
sadap pada umur 5 – 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti
mulai pada umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman
menghasilkan atau TM.
Sistem sadap
Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan
mengkombinasikan intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama
siklus penyadap. Untuk karet rakyat, mengingat kondisi sosial ekonomi petani,
maka dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada tabel
berikut :
A |
=
|
Kulit Murni Bidang A
|
A”
|
=
|
Kulit pulihan Kedua A
|
B
|
=
|
Kulit Murni Bidang B
|
B’
|
=
|
Kulit Pulihan Pertama B
|
A’
|
=
|
Kulit Pulihan Pertama A
|
AH
|
=
|
Kulit Murni Atas A
|
BH
|
=
|
Kulit Murni Atas B
|
Estimasi Produksi
Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu
tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang
digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum
menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lainnya. Dengan asumsi bahwa
pengelolaan kebun plasma dapat memenuhi seluruh kriteria yang dengan
dikemukakan dalam kultur tehnis karet diatas, maka estimasi produksi dapat
dilakukan dengan mengacu pada standar produksi yang dikeluarkan oleh Dinas
Perkebunan setempat atau Balai Penelitian Perkebunan yang bersangkutan..Karena
produksi kebun karet adalah lateks, maka estimasi produksi per hektar per tahun
dikonversikan ke dalam satuan getah karet basah seperti pada Tabel berikut :
Tabel 5. Proyeksi Produksi Karet Kering dan
Estimasi Produksi Lateks
Tahun
|
Estimasi
Produksi KKK (ton/ha)
|
Estimasi
Produksi Lateks (liter/ha)
|
|
Umur
(th)
|
Sadap
|
||
6
|
1
|
500
|
2.000
|
7
|
2
|
1.150
|
4.600
|
8
|
3
|
1.400
|
5.600
|
9
|
4
|
1.600
|
6.400
|
10
|
5
|
1.750
|
7.000
|
11
|
6
|
1.850
|
7.400
|
12
|
7
|
2.200
|
8.800
|
13
|
8
|
2.300
|
9.200
|
14
|
9
|
2.350
|
9.400
|
15
|
10
|
2.300
|
9.200
|
16
|
11
|
2.150
|
8.600
|
17
|
12
|
2.100
|
8.400
|
18
|
13
|
2.000
|
8.000
|
19
|
14
|
1.900
|
7.600
|
20
|
15
|
1.800
|
7.200
|
21
|
16
|
1.650
|
6.600
|
22
|
17
|
1.550
|
6.200
|
23
|
18
|
1.450
|
5.800
|
24
|
19
|
1.400
|
5.600
|
25
|
20
|
1.350
|
5.400
|
26
|
21
|
1.200
|
4.800
|
27
|
22
|
1.150
|
4.600
|
28
|
23
|
1.000
|
4.000
|
29
|
24
|
850
|
3.400
|
30
|
25
|
800
|
3.300
|
Catatan: Estimasi produksi didasarkan atas asumsi
kadar karet kering (KKK) = 25%.
0 Komentar
Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda