Spirit Ilmu Pengetahuan (sebuah renungan)


Oleh:  Anton Sutrisno

Mencari Pengetahuan Merupakan Fitrah Manusia


Sebelum berbicara lebih jauh, ada baiknya dibicarakan tentang fitrah manusia. Sering kita salah persepsi dengan istilah ini, karena secara harfiah berarti suci. Persepsi yang ada di pikiran kita adalah bersih putih. Hampir mirip yang diungkapkan oleh John Locke yang sudah sangat popular, bahwa manusia yang baru lahir itu ibarat kertas kosong, lingkungan yang akan mengisinya. Pertanyaannya apakah benar kosong? Karena suci bukan berarti bersih dari segala sesuatu. Kosong tanpa noda. Betulkah demikian?
 
Bayi yang lahir dalam keadaan fitrah, semua tentu sepakat. Tetapi bayi yang lahir tidak berada dalam keadaan kosong tetapi dalam kondisi adanya. Tidak seperti kita membeli komputer kosong yang software operating sistemnya belum diinstall. Dia punya kebutuhan, dia buang hajat, meskipun lingkungannya belum mengajarkan buang hajat, dia juga lapar, dia menangis, walaupun lingkungannya belum mengajarkan menangis. Inilah kodisi adanya yang juga tidak berbeda jauh dengan manusia dewasa, yang juga punya kebutuhan, makan, buang hajat dan sebagainya. Termasuk kebutuhan interaksi dengan lawan jenisnya. Inilah fitrah kondisi apa adanya pada saat dia terbentuk.


Fitrah tidak hanya pada manusia, tetapi juga ada pada hewan, dia juga punya kebutuhan sesuai dengan kehewanannya. Fitrah tumbuhan untuk hidup tumbuh dan berkembang tetapi tidak dapat berpindah tempat. Fitrahnya air yang selalu bergerak ke tempat yang lebih rendah, fitrahnya udara yang bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah.

Fitrahnya manusia adalah memiliki akal, ini yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Hewan hanya memiliki insting, bahkan ada yang lebih tajam dibanding dengan manusia. Ftrahnya akal adalah digunakan untuk berfikir. Fitrahnya manusia juga cinta kepada kebenaran, kebaikan kejujuran. Ini yang dijelaskan dalam pemahaman Agama Islam adalah sifat Allah yang ditiupkan kepada manusia. Sifat ini tidak semuanya boleh dikembangkan, tetapi ada yang harus dikendalikan. Manusia cenderung suka berbohong untuk menutupi kesalahannya, tetapi tidak suka dibohongi. Perbuatan berbohong bertentangan dengan fitrah manusia. Ini akan terasa bagi pembohong pemula, pasti perasaannya menderita. Manusia yang melakukan pergaulan bebas, bertentangan dengan fitrahnya. Dia akan marah apabila anak perempuannya mendapatkan kasus perzinaan, atau istrinya dizinai orang lain. Inilah fitrah manusia yang tidak terdapat pada makhluk lain. Disinilah peran akal untuk dapat menyaring berbagai kemungkinan pilihan tindakannya. Akal berfikir tentang baik dan buruk dari sikap dan tindakannya.

Perubahan fitrah terjadi karena adanya dominasi keinginan yang bersumber dari hawa nafsunya. Meskipun hawa nafsu sendiri merupakan bagian dari fitrah. Seperti nafsu makan dan seks. Nafsu ini tidak boleh dimatikan tetapi dikendalikan dalam batas tidak terjadi tindakan penganiayaan. Pemahaman ini diperlukan akal yang berfikir, akal sebagai pengendali. Fikirannya selalu bertanya, dalam batasan yang mana tindakannya diperbolehkan.

Menurut hemat saya semua cabang ilmu yang muncul dan berkembang saat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Baik kebutuhan yang baik ataupun kebutuhan yang buruk. Akal melalui daya fikirnya melakukan eksplorasi sumberdaya yang ada disekitarnya dengan menggunakan instrument berbagai ilmu untuk dapat menghasilkan produk yang dapat meningkatkan kesejahteraanya. Jika ada ilmuwan yang mengembangkan ilmu hanya agar ilmu itu berkembang, maka tidak akan diminati.

Oleh karena itu, manusia siapapun dia, selama masih memiliki akal sehat akan berfikir untuk selalu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk selanjutnya mengembangkan potensi yang ada disekitarnya. Apapun potensinya. Bisa jadi potensi yang berkembang dalam dirinya tidak berkaitan dengan bidang ilmu yang digelutinya, demikian juga dengan lingkungannya. Karena akalnya terus mengajaknya berfikir untuk memenuhi kebutuhannya. Pada tataran ini bisa jadi pengetahuannya bertambah akan tetapi keilmuannya tidak berkembang sama sekali. Ini juga bagian dari fitrah manusia, dia akan mencari tahu tetang segala seasuatu persoalan yang menyangkut dirinya dan lingkungannya meskipun pengetahuan ini tetang keburukan. Tugas akallah yang menimbang baik dan buruk.

Motivasi Menambah Ilmu Pengetahuan.
Jika ditanya kepada masing-masing individu, akan beragam jawabannya. Motivasi untuk sekolah yang lebih tinggi. Tetapi ini sangat menentukan terhadap capaian keberhasilan dari proses belajar. Sepintas semangatnya Lamarck yang dominan. Agar dapat memenangkan dalam persaingan mendatang. Persaingan hidup, persaingan di dunia kerja, dan mungkin persaingan perasaan. Orang berpendidikan akan meningkat derajatnya di mata masyarakat, meskipun belum tentu meningkat penghasilannya. Salahkah memiliki berbagai motivasi ini? Susah untuk menjawabnya. Menurut saya, motivasi yang benar akan memperoleh hasil yang benar. Sepertinya ini bagian seorang motivator.

Ilmu dan pengetahuan berkembang ketika manusia dihadapkan pada berbagai persoalan. Seperti ketika terjadi gempa, banyak kajian tetang gempa, bahkan orang awampun banyak yang mendiskusikannya. Ketika terjadi wabah flu burung maka akan berkembang penelitian tentang penyakit itu. Pada tingkatan individu juga demikian, seseorang akan belajar sepenuh hati dan akalnya ketika ada persoalan yang dihadapi. Semakin kritis persoalan itu maka proses belajarnyapun akan semakin “khusuk”.
Jika dikaitkan dengan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, adakah persoalan yang dihadapi oleh masing-masing kita, seberapa kritiskan persoalan itu.
Takutnya, adalah jika kita sendiri tidak tahu bahwa ada persoalan tetang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di depan mata kita. Berarti langkah awal adalah kita harus menemukenali persoalan tersebut. Ini harus!. Jika persolan ini dianggap bukan persoalan maka tidak akan tertarik untuk mengkajinya. Pemahaman tentang persoalan ini dipengaruhi oleh persepsi yang ada di dalam pola fikirnya. Semua ini bersumber dari pengalaman masa lalu yang telah dilewati dalam membangun persepsi. Baik secara formal maupun informal.

Proses menemukenali persoalan ini adalah proses belajar, yang dibimbing oleh seseorang yang telah ketemu dan kenal baik dengan masalah itu. Mungkin dia seorang professor, mungkin dia seorang doktor, mungkin seorang praktisi, mungkin dia seorang desa, mungkin dia seorang yang tidak pernah beralas kaki. Tetapi orang tersebut memiliki inspirasi yang dapat menuntun kita kepada pengenalan dan penemuan masalah.

Jika masalah telah teridentifikasi dengan baik, kita tahu resiko dan manfaat yang kita hadapi, serta berapa lama kita dapat hidup bertahan dalam masalah tersebut. Saya yakin bagi manusia yang masih menghargai fitrahnya, menghargai akal sehatnya akan menggali ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sebanyak banyaknya. Karena harus memenangkan pertarungan. Jika tidak akan tersingkir bersama arus zaman dan waktu.

Terima kasih.

Arga Makmur, 20 Agustus 2010

Posting Komentar

0 Komentar