Oleh: Anton Sutrisno
A. Latar
Belakang
Kebutuhan
bahan bakar untuk kegiatan industri pedesaan semakin meningkat. Seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan usaha kecil. Usaha kecil yang tumbuh di
Desa Pal 30 Kecamatan Lais adalah pembuatan gula kelapa. Untuk memasak nira
menjadi gula kelapa kebanyakan menggunakan kayu bakar. Sedangkan untuk memasak
kebutuhan rumah tangga menggunakan minyak tanah. Bahan bakar dari kayu
(biomassa) semakin sulit didapat. Lingkungan perdesaan tidak ada lagi hutan
kecil. Hampir semua lahan belukar telah berubah menjadi perkebunan sawit dan
karet. Kebutuhan kayu bakar harus dibeli dengan harga yang cukup mahal
Rp.150.000,00 per m3. Untuk rumah tangga biasa dalam satu hari menghabiskan
0,25 m3, sedangkan untuk kegiatan usaha kecil yang digunakan untuk memasak nira
kelapa hingga menjadi gula per hari menghabiskan 2 m3. Penyediaan kayu bakar
saat ini masih diperoleh dari pembukaan lahan untuk perkebunan rakyat. Banyak
masyarakat yang meremajakan kebun karet alam menjadi karet unggul, atau diganti
dengan tanaman sawit. Pembukaan lahan kebun ini juga sudah jarang. Ditinjau
dari pelestarian
lingkungan hal ini tidak baik. Bertentangan dengan konsrvasi hutan dan energi
berkelanjutan.
![]() |
Kompor Biogas di Rumah Ansori Pal 30 Lais |
Kebutuhan
bahan bakar lain adalah minyak tanah. Untuk satu rumah tangga menghabiskan 2 –
3 liter/minggu. Kebutuhan untuk usaha dapat mencapai 10 - 15 liter perminggu.
Harga minyak tanah di desa lebih mahal dari bensin, bahkan pertamax sekalipun.
Harus mengeluarkan uang yang lebih mencapai Rp7.000 – Rp.8.000 per liter. Untuk
memperolehnya diperlukan kesabaran khusus pada saat antri minyak tanah. Jika
terjadi kelangkaan minyak tanah, maka
kayu bakar tinggal harapan satu-satunya sumber bahan bakar.
Dengan berbagai persoalan tersebut di atas. Diperlukan
adanya sumber energi alternatif bagi masyarakat pedesan. Sumber energi yang
dapat dihasilkan sendiri, dapat diproduksi, berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dengan memperoduksi sendiri, maka akan terjadi penghematan biaya. Sehingga
dalam jangka panjang akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani tersebut.
Tersedianya energi dalam
jumlah yang cukup akan mendorong peningkatan produksi usaha industri gula
merah, baik
secara kualitas maupun kuantitasnya. Dimungkinkan juga akan terjadi
diversifikasi usaha ditingkat pedesaan.
B. Tujuan
Melalui tulisan ini dicoba untuk melakukan
analisis SWOT terhadap pembuatan biogas untuk penunjang industri di pedesaan,
khususnya pengrajin gula kelapa di Desa Pal 30 Kecamatan Lais Kabupaten
Bengkulu Utara.
C. Analisa SWOT
1. Kekuatan (Strength)
·
Ketersediaan ternak sapi. Hampir
setiap kepala keluarga khususnya di dusun Hibrida Desa Pal 30 memiliki ternak
sapi. Jumlah ternak yang dipelihara berkisar 2 – 7 ekor.
·
Kotoran ternak yang belum
dimanfaatkan. Ada sebagian saja yang mengumpulkan kotoran ternak dengan dibuat
bak penampungan dan diberi atap agar tidak kehujanan. Kebanyakan kotoran ternak
dipinggirkan saja di luar kandang tidak dimanfaatkan. Padahal kotoran ternak
ini dapat menjadi bahan baku biogas. Dimana satu ekor ternak dapat mengeluarkan
kotoran 10 kg per hari. Jika satu keluarga memiliki 3 ekor sapi, maka dalam
waktu 1 hari terdapat 30 kg kotoran ternak. Jumlah kotoran tersebut memiliki potensi
menghasilkan biogas sebanyak 840 liter atau sama dengan 0,52 liter minyak tanah
per hari. Jika petani yang memiliki jumlah ternak lebih dari 4 maka kebutuhan
bahan bakarnya bisa terpenuhi secara berkelanjutan.
·
Hasil ikutan lain yang dapat
dimanfaatkan oleh petani adalah pupuk cair yang keluar dari outlet reaktor
biogas. Pupuk tersebut siap diaplikasikan. Pupuk padat juga dapat diperoleh
melalui pengendapan cairan yang keluar dari outlet. Dengan demikian petani
dapat mendapatkan pupuk organik yang
gratis.
·
Mendukung program pelestarian
lingkungan. Dengan tidak memakai kayu bakar, serta mengurangi emisi gas metana
ke udara.
2. Kelemahan (Weakness)
·
Teknologi dan cara pembuatan
biogas belum diketahui oleh masyarakat. Belum ada contoh di sekitar desa yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan.
·
Masyarakat kebanyakan masih
beranggapan nanti gas yang dikeluarkan akan berbau seperti yang ada pada kandang
sapi.
·
Biaya pembuatan yang mahal
relatif mahal untuk ukuran masyarakat desa, yang kebanyakan rumah tangga tidak
mampu. Karena selain instalasi reaktor biogas, juga harus dilengkapi dengan
instalasi selang untuk mengalirkan gas ke dalam rumah dan juga kompor.
·
Kebanyakan kotoran ternak belum
dimanfaatkan, bahkan belum dikumpulkan untuk dikelola dengan baik, seperti
menjadi pupuk.
·
Tidak praktis, dibanding dengan
membeli gas LPG, tiap pagi harus mengisi reaktor dengan kotoran ternak.
3. Peluang (Oportunity)
·
Sampai dengan saat ini belum ada,
mungkin belum ditemui kegiatan pembuatan biogas yang berbasis masyarakat.
Kebanyakan masih program pemerintah, seperti yang dilaksanakan oleh Dinas
Pertanian kepada kelompok tani. Jika dilihat pada kebutuhan energi, rumah
tangga yang dijadikan sasaran program hanya untuk kebutuhan sehari-hari.
Sehingga masih dapat diperoleh dari sambilan mengangkut kayu ketika pulang dari
kebun. Akhirnya instalasi biogas yang sudah dibangun menjadi terlantar. Ini
menjadi peluang untuk dapat membangun biogas sesuai dengan kebutuhan energi
rumah tangga untuk kegiatan usahanya. Sehingga dalam pembuatan biogas agar
dapat menggantikan minyak tanah dan kayu bakar.
4. Tantangan (Threat)
·
Belum ada dukungan dari
pemerintah daerah dalam rangka memasyarakatkan penggalian potensi sumber energi
terbarukan dan berkelanjutan. Pemerintah masih tertarik dengan tema-tema lama
yaitu konversi minyak tanah ke gas.
·
Kompor gas subsidi 3 kg, yang
dibagikan oleh pemerintah dirasakan lebih praktis dan mudah dibawa. Dengan
bergulirnya program ini, membuat minat masyarakat terhadap biogas semakin
berkurang.
·
Di Bengkulu belum ada penyedia
atau pabrikan yang membuat perlengkapan pembuatan reaktor biogas. Jika
mengambil pabrikan dari Bogor (yang kebanyakan sebagai suplier kegiatan di
Bengkulu Utara selama ini), masyarakat terkendala pada suku cadang jika terjadi
kerusakan, atau perlu pergantian, seperti pipa, keran, ataupun kompor. Keren
keran dan pipa kebanyakan didesain atau dibuat khusus yang dipasaran tidak
tersedia. Akan baik jika pembuatan reaktor biogas dapat memanfaatkan
bahan-bahan bangunan yang tersedia di sekitar desa (Bengkulu Utara).
D. Strategi SW – OT
Berdasarkan analisa SWOT terseub di atas, juga
dihasilkan 4 strategi pencapaian target, yang merupakan kombinasi dari
keempat analisis tersebut. Strategi
tersebut yaitu:
1.
SO
(Aggressive Strategy): Menggunakan kekuatan internal untuk mengambil kesempatan
yang ada di luar.
2.
ST (Diversification strategy): Menggunakan kekuatan
internal untuk menghindari ancaman yang ada di luar.
3.
WO (Turn
Around) – Menggunakan kesempatan eksternal yang ada untuk mengurangi kelemahan
internal.
4.
WT
(Defensive strategy) – Meminimalkan kelemahan dan ancaman yang mungkin ada.
Biogas
untuk Industri Pedesan
|
Strength
|
Weaknes
|
Oportunity
|
·
Pembuatan biogas di Pal 30
sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk penunjang bahan bakar industri kecil
pengrajin gula kelapa.
·
Pembuatan reaktor biogas oleh
masyarakat akan menjadi contoh dalam pemanfaatan potensi lokal. Masyarakat
dapat membuat rekator sederhana
|
·
Penyuluhan teknologi biogas
diperlukan.
·
Bersama masyarakat menghitung
nilai ekonomis konversi bahan bakar minyak dan kayu ke biogas.
·
Biaya pembuatan hanya sekali,
selanjutnya tinggal mengisi saja.
|
Threat
|
·
Diperlukan adanya program
khusus, bisa dari LSM , CSR perusahan untuk mendanai awal model reaktor.
·
Membuat reaktor biogas dengan
berbahan lokal, sehingga ada tranfer teknologi kepda masyarakat.
|
·
Kegiatan diprioritaskan pada
pemilik usaha kecil terbesar, karena mereka yang paling banyak membutuhkan bahan
bakar.
·
Dimungkinkan dengan revolfing
fund untuk membiayai pembangunan rumah tangga berikutnya.
|
E. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan ada beberapa kegiatan yang menunjang pembangunan Biogas untuk
industri pedesaan khususnya pengrajin gula merah yaitu:
1.
Masyarakat dapat membuat rekator
sederhana. Pembuatan reaktor biogas oleh masyarakat akan menjadi contoh dalam
pemanfaatan potensi lokal.
2. Penyuluhan
teknologi biogas diperlukan. Bersama masyarakat menghitung nilai ekonomis
konversi bahan bakar minyak dan kayu ke biogas.
3.
Diperlukan adanya program khusus,
bisa dari LSM , CSR perusahan untuk mendanai awal model reaktor. Reaktor biogas
dengan berbahan lokal, sehingga ada tranfer teknologi kepda masyarakat
4. Kegiatan
diprioritaskan pada pemilik usaha kecil terbesar, karena mereka yang paling
banyak membutuhkan bahan bakar. Dimungkinkan dengan revolfing
fund untuk membiayai pembangunan rumah tangga berikutnya
0 Komentar
Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan masukkan komentar anda